Mengenali Hukum Mengonsumsi Obat-obatan dalam Islam

Blog Pendidikan Agama

Ditulis oleh Echa Rizky Azzahra
Kelas: VIII-D

Editor Ahmad Farid Mubarok, S.Pd.I

Dalam dunia kesehatan, obat dapat menjadi salah satu jalan keluar maupun penyembuh bagi sebuah penyakit. Penemuan obat dalam kehidupan rasanya sudah menjadi bagian dari peradaban kita selama ini. Dalam Islam sendiri memiliki seorang tokoh penemu kedokteran modern yang saat ini juga menjadi pedoman dan ilmunya juga diikuti dalam pendidikan kedokteran yaitu Ibnu Sina. Belakangan ini obat semakin sering di temukan dengan berbagai merk, jenis, kemasan, dan penyajiannya. Ada obat yang disajikan dengan bentuk kapsul, tablet, sirup, maupun kaplet. Namun, akhir-akhir ini penciptaan obat sering sekali di gunakan untuk penyalahgunaan. Fungsi obat yang seharusnya dapat menyembuhkan saat ini sering sekali disalahgunakan untuk hal-hal yang di larang dalam agama. Obat-obatan ini diracik dengan dosis-dosis tertentu dan juga di tambahkan zat-zat tertentu sehingga dapat memicu ketidaksadaran.

Menurut para ulama tindakan penyalahgunaan obat-obatan ini hukumnya ialah haram. Tetapi selama obat di gunakan untuk menyembuhkan sebuah penyakit maka hukumnya ialah halal. Ungkapan ini dikemukakan oleh Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI, Masduki Baidlowi. Selanjutnya beliau juga menambahkan, apabila sebuah obat yang digunakan dalam penyembuhan penyakit tertentu di tambah dosisnya untuk disalahgunakan, hal tersebut termasuk tindakan menyalahi prinsip dasar ajaran agama. Hal tersebut dikarenakan, penyalahgunaan obat dapat merugikan diri sendiri, dan hukumnya sama saja dengan kita mengonsumsi minuman keras, sehingga jelas bahwa hukumnya ialah haram.

Majelis ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa nomor 30 tahun 2013 tentang obat dan pengobatan. Hal hal yang disebutkan dalam fatwa tersebut diantaranya:
1. Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan dan
perawatan kesehatan yang merupakan bagian dari menjaga Al-Dharuriyat AlKham.
2. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan wajib menggunakan metode pengobatan
yang tidak melanggar syariat.
3. Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib menggunakan
bahan yang suci dan halal.
4. Penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan hukumnya haram.
5. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan hukumnya
haram kecuali memenuhi syarat sebagai berikut:
a. digunakan pada kondisi keterpaksaan (al-dlarurat), yaitu kondisi
keterpaksaan yang apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa
manusia, atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat
(al-hajat allati tanzilu manzilah al-dlarurat), yaitu kondisi keterdesakan
yang apabila tidak dilakukan maka akan dapat mengancam eksistensi jiwa
manusia di kemudian hari;
b. belum ditemukan bahan yang halal dan suci; dan
c. adanya rekomendasi paramedis kompeten dan terpercaya bahwa tidak ada
obat yang halal.
6. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar
hukumnya boleh dengan syarat dilakukan pensucian.

Dalam hal ini peran agama sangat penting dan diperlukan sebagai pencegahan tindakan penyalahgunaan obat. Agama dalam keluarga dan lingkungan sekitar dapat menjadi dasar dari pendidikan karakter anak-anak sehingga dapat menjadi dasar ilmu anak-anak untuk mengetahui mana hal yang di bolehkan dan mana hal yang tidak diperbolehkan. Keluarga, orang tua, dan bapak ibu guru di sekolah juga di harapkan berperan aktif dalam membimbing anak dan juga muridnya sedari kecil agar tidak tersesat kepada hal yang dapat menjerumuskan kita pada tindakan menyalahi aturan agama. Pendidikan karakter pada anak anak harus benar-benar diperhatikan dan diterapkan dengan baik. Hal ini perlu dilakukan karena mayoritas anak maupun orang-orang yang melakukan penyalahgunaan obat biasanya adalah mereka yang tidak mendapatkan pendidikan dengan layak, anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan dengan layak dan juga kasih sayang yang cukup dari orang tua maupun orang di sekitarnya, biasanya cenderung lebih sering merasa hidupnya sendiri, perasaan tersebut dapat membawa anak untuk memilih jalan yang tidak benar sebagai pelarian diri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *